Rabu, 30 September 2015

LIRIK A THOUSAND YEARS

LIRIK  A THOUSAND YEARS

Heart beats fastColors and promisesHow to be braveHow can I love when I'm afraid to fallBut watching you stand aloneAll of my doubt suddenly goes away somehow
One step closer
[Chorus:]I have died everyday waiting for youDarling don't be afraid I have loved youFor a thousand yearsI'll love you for a thousand more
Time stands stillBeauty in all she isI will be braveI will not let anything take awayWhat's standing in front of meEvery breathEvery hour has come to this
One step closer
[Chorus:]I have died everyday waiting for youDarling don't be afraid I have loved youFor a thousand yearsI'll love you for a thousand more
And all along I believed I would find youTime has brought your heart to meI have loved you for a thousand yearsI'll love you for a thousand more
One step closerOne step closer
[Chorus:]I have died everyday waiting for youDarling don't be afraid I have loved youFor a thousand yearsI'll love you for a thousand more
And all along I believed I would find youTime has brought your heart to meI have loved you for a thousand yearsI'll love you for a thousand more




CERITA MISTERI DARI SUNGAI BRANTAS


CERITA MISTERI DARI SUNGAI BRANTAS

Cerita tutur tentang keberadaan buaya putih di aliran Sungai Brantas sejak zaman kerajaan kuno Kediri hingga sekarang masih saja menjadi misteri yang tak terpecahkan. Sebab sungai yang digunakan sebagai lalu lintas air sejak masa Empu Sindok pada masa Mataram Hindu selalu minta korban nyawa manusia.

Berulang kali orang tiba-tiba kalap di sungai yang pernah ditumbali oleh Mpu Baradah saat memecah Kerajaan Kahuripan menjadi dua yakni Kerajaan Panjalu dan Jenggala sekitar tahun 1009.

Dan yang terakhir, yang menjadi 'tumbal' Sungai Brantas Kediri adalah dua bocah bernama Deny Kurniawan (12) dan Dwi (11), warga Kelurahan Balowerti, Kecamatan Kota, Kediri pada 20 September 2011 lalu. Keduanya tiba-tiba terbawa arus di areal pembangunan proyek Jembatan Brawijaya Kediri yang difungsikan sebagai pengganti jembatan lama yang pada 18 Maret nanti berusia 144 tahun.

Cerita tentang penunggu buaya putih ini juga banyak diceritakan di catatan Belanda ketika awal-awal pembangunan proyek jembatan lama Kediri sekitar tahun 1836-876.

"Dalam catatan Belanda memang disebutkan bahwa ada buaya putih penunggu jembatan yang dibangun oleh kolonial Belanda," kata Olivier Johanes, pengamat sejarah Indonesia dari Belanda dalam tulisan yang di tulisnya kepada grup Pelestari Sejarah dan Budaya Kediri (PASAK).

Tidak hanya di sekitar jembatan lama Kediri, ada yang lebih misterius lagi soal buaya putih yang berada di aliran Sungai Brantas wilayah Kecamatan Kras Kabupaten Kediri yang dikenal dengan sebutan 'Badug Seketi'.

Badug Seketi dianggap tempat yang sangat wingit dan angker di daerah Kecamatan Kras. Dari cerita tutur masyarakat setempat, si buaya putih dulu awalnya bersahabat dengan penduduk sekitar. Setiap kali penduduk hajatan dan minta tolong kepada si buaya putih kebutuhan hajatan itu selalu disediakan.

Kebutuhan yang disediakan itu antara lain, peralatan dapur seperti piring, sendok dan peralatan pecah belah yang lainnya.

"Cerita kerjasama antara penghuni Sungai Brantas dengan masyarakat itu terjadi hingga sekitar tahun 1970 an. Karena keserakahan, penduduk yang sengaja menyembunyikan peralatan yang dipinjamkan tersebut, berakhir pulalah hubungan antara si buaya putih dengan warga sekitar," kata Abdul Kholik warga Desa Seketi Kecamatan Kras, pada www.merdeka.com, Sabtu (2/3).




ASAL USUL KOTA KEDIRI


ASAL USUL KOTA KEDIRI

TANGGAL 25 MARET 804 M DITETAPKAN  MENJADI HARI JADI KEDIRI
Nama Kediri ada yang berpendapat berasal dari kata "KEDI" yang artinya "MANDUL" atau "Wanita yang tidak berdatang bulan".Menurut kamus Jawa Kuno Wojo Wasito, 'KEDI" berarti Orang Kebiri Bidan atau Dukun. Di dalam lakon Wayang, Sang Arjuno pernah menyamar Guru Tari di Negara Wirata, bernama "KEDI WRAKANTOLO".Bila kita hubungkan dengan nama tokoh Dewi Kilisuci yang bertapa di Gua Selomangleng, "KEDI" berarti Suci atau Wadad. Disamping itu kata Kediri berasal dari kata "DIRI" yang berarti Adeg, Angdhiri, menghadiri atau menjadi Raja (bahasa Jawa Jumenengan). Untuk itu dapat kita baca pada prasasti "WANUA" tahun 830 saka, yang diantaranya berbunyi : " Ing Saka 706 cetra nasa danami sakla pa ka sa wara, angdhiri rake panaraban", artinya : pada tahun saka 706 atau 734 Masehi, bertahta Raja Pake Panaraban.Nama Kediri banyak terdapat pada kesusatraan Kunoyang berbahasa Jawa Kuno seperti : Kitab Samaradana, Pararaton, Negara Kertagama dan Kitab Calon Arang.Demikian pulapada beberapa prasasti yang menyebutkan nama Kediri seperti : Prasasti Ceber, berangka tahun 1109 saka yang terletak di Desa Ceker, sekarang Desa Sukoanyar Kecamatan Mojo.Dalam prasasti ini menyebutkan, karena penduduk Ceker berjasa kepada Raja, maka mereka memperoleh hadiah, "Tanah Perdikan".Dalam prasasti itu tertulis "Sri Maharaja Masuk Ri Siminaninaring Bhuwi Kadiri" artinya raja telah kembali kesimanya, atau harapannya di Bhumi Kadiri.Prasasti Kamulan di Desa Kamulan Kabupaten Trenggalek yang berangkat tahun 1116 saka, tepatnya menurut Damais tanggal 31 Agustus 1194.Pada prasasti itu juga menyebutkan nama, Kediri, yang diserang oleh raja dari kerajaan sebelah timur."Aka ni satru wadwa kala sangke purnowo", sehingga raja meninggalkan istananya di Katangkatang ("tatkala nin kentar sangke kadetwan ring katang-katang deni nkir malr yatik kaprabon sri maharaja siniwi ring bhumi kadiri").Menurut bapak MM. Sukarto Kartoatmojo
Kertagama dan Kitab Calon Arang.Demikian pula pada beberapa prasasti yang menyebutkan nama Kediri seperti : Prasasti Ceber, berangka tahun 1109 saka yang terletak di Desa Ceker, sekarang Desa Sukoanyar Kecamatan Mojo.Dalam prasasti ini menyebutkan, karena penduduk Ceker berjasa kepada Raja, maka mereka memperoleh hadiah, "Tanah Perdikan".Dalam prasasti itu tertulis "Sri Maharaja Masuk Ri Siminaninaring Bhuwi Kadiri" artinya raja telah kembali kesimanya, atau harapannya di Bhumi Kadiri.Prasasti Kamulan di Desa Kamulan Kabupaten Trenggalek yang berangkat tahun 1116 saka, tepatnya menurut Damais tanggal 31 Agustus 1194.Pada prasasti itu juga menyebutkan nama, Kediri, yang diserang oleh raja dari kerajaan sebelah timur."Aka ni satru wadwa kala sangke purnowo", sehingga raja meninggalkan istananya di Katangkatang ("tatkala nin kentar sangke kadetwan ring katang-katang deni nkir malr yatik kaprabon sri maharaja siniwi ring bhumi kadiri").Menurut bapak MM. Sukarto KartoatmojoKertagama dan Kitab Calon Arang.Demikian pula pada beberapa prasasti yang menyebutkan nama Kediri seperti : Prasasti Ceber, berangka tahun 1109 saka yang terletak di Desa Ceker, sekarang Desa Sukoanyar Kecamatan Mojo.Dalam prasasti ini menyebutkan, karena penduduk Ceker berjasa kepada Raja, maka mereka memperoleh hadiah, "Tanah Perdikan".Dalam prasasti itu tertulis "Sri Maharaja Masuk Ri Siminaninaring Bhuwi Kadiri" artinya raja telah kembali kesimanya, atau harapannya di Bhumi Kadiri.Prasasti Kamulan di Desa Kamulan Kabupaten Trenggalek yang berangkat tahun 1116 saka, tepatnya menurut Damais tanggal 31 Agustus 1194.Pada prasasti itu juga menyebutkan nama, Kediri, yang diserang oleh raja dari kerajaan sebelah timur."Aka ni satru wadwa kala sangke purnowo", sehingga raja meninggalkan istananya di Katangkatang ("tatkala nin kentar sangke kadetwan ring katang-katang deni nkir malr yatik kaprabon sri maharaja siniwi ring bhumi kadiri").Menurut bapak MM. Sukarto Kartoatmojo
menyebutkan bahwa "hari jadi Kediri" muncul pertama kalinya bersumber dari tiga buah prasasti Harinjing A-B-C, namun pendapat beliau, nama Kadiri yang paling tepat dimuculkan pada ketiga prasasti. Alasannya Prasti Harinjing A tanggal 25 Maret 804masehi, dinilai usianya lebih tua dari pada kedua prasasti B dan C, yakni tanggal 19 September 921 dan tanggal 7 Juni 1015 Masehi.Dilihat dari ketiga tanggal tersebut menyebutkan nama Kediri ditetapkan tanggal 25 Maret 804 M. Tatkala Bagawantabhari memperoleh anugerah tanah perdikan dari Raja Rake Layang Dyah Tulodong yang tertulis di ketiga prasasti Harinjing.Nama Kediri semula kecil lalu berkembang menjadi nama Kerajaan Panjalu yang besar dan sejarahnya terkenal hingga sekarang.Selanjutnya ditetapkan surat Keputusan Bupati Kepada Derah Tingkat II Kediri tanggal 22 Januari 1985 nomor 82 tahun 1985 tentang hari jadi Kediri, yang pasal 1 berbunyi " Tanggal 25 Maret 804 Masehi ditetapkan menjadi Hari Jadi Kediri.
 MENGUKIR KEDIRI LEWAT TANGAN BHAGAWANTA BARI.
Mungkin saja Kediri tidak akan tampil dalam panggung sejarah, andai kata Bagawanta Bhari, seorang tokoh spiritual dari belahan Desa Culanggi, tidak mendapatkan penghargaan dari Sri Maharaja Rake Layang Dyah Tuladong. Boleh dikata, pada waktu itu bagawanta Bhari, seperti memperoleh penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha, kalau hal itu terjadi sekarang ini. Atau mungkin seperti memperolehpenghargaan Kalpataru sebagai Penyelamat Liangkungan.Memang Kiprah Bagawanta Bhari kala itu, bagaimana upaya tokok spiritual ini meyelamatkan lingkungan dari amukan banjir tahunan yang mengancam daerahnya. Ketekunannya yang tanpa pamprih inilah akhirnya menghantarkan dirinya sebagai panutan, sekaligus idola masyarakat kala itu.Ketika itu tidak ada istilah Parasamya atau Kalpataru, namun bagi masyarakat yang berhasil dalam ikut serta memakmurkan negara akan mendapat "Ganjaran" seperti Bagawanta Bhari, dirinya juga memperoleh ganjaran itu berupa gelar kehormatan "Wanuta Rama" (ayah yang terhormat atau Kepala Desa) dan tidak dikenakan
Sambung dan Wilang, hanya dikenakan "I mas Suwarna" kepada Sri Maharaja setiap bulan "Kesanga" (Centra).Pembebasan atas pajak itu antara lain berupa "Kring Padammaduy" (Iuran Pemadam Kebakaran), "Tapahaji erhaji" (Iuran yang berkaitan dengan air), "Tuhan Tuha dagang" (Kepala perdagangan), "Tuha hujamman" (Ketua Kelompok masyarakat), "Manghuri" (Pujangga Kraton), "Pakayungan Pakalangkang" (Iuran lumbung padi), "Pamanikan" (Iuran manik-manik, permata) dan masih banyak pajak lainnya.Kala itu juga belum ada piagam penghargaan untuknya. maka sebagai peringatan atas jasanya itu lalu dibuat prasasti sebagai "Pngeleng-eleng" (Peringatan). Prasasti itu diberi nama "HARINJING" B" yang bertahun Masehi 19 September 921 Masehi. Dan disebitlah "Selamat tahun saka telah lampau 843, bulan Asuji, tanggal lima belas paro terang, paringkelan Haryang, Umanis (legi). Budhawara (Hari Rabo), Naksatra (bintang) Uttara Bhadrawada, dewata ahnibudhana, yoga wrsa.Menurut penelitian dari para ahli lembaga Javanologi, Drs. M.M. Soekarton Kartoadmodjo, Kediri lahir pada Maret 804 Masehi. Sekitar tahun itulah, Kediri mulai disebut-sebut sebagai nama tempat maupun negara. Belum ada sumber resmi seperti prasasti maupun dokumen tertulis lainnya yang dapat menyebutkan, kapan sebenarnya Kediri ini benar-benar menjadi pusat dari sebuah Pemerintahan maupun sebagai mana tempat.Dari prasasti yang diketemukan kala itu, masih belum ada pemisah wilayah administratif seperti sekarang ini. Yaitu adanya Kabupaten dan Kodya Kediri, sehingga peringatan Hari Jadi Kediri yang sekarang ini masih merupakan milik dua wilayah dengan dua kepala wilayah pula.Menurut para ahli, baik Kadiri maupun Kediri sama-sama berasal dari bahasa Sansekerta, dalam etimologi "Kadiri" disebut sebagai "Kedi" yang artinya "Mandul", tidak berdatang bulan (aprodit). Dalam bahasa Jawa Kuno, "Kedi" juga mempunyai arti "Dikebiri" atau dukun. Menurut Drs. M.M. Soekarton Kartoadmodjo, nama Kediri tidak ada kaitannya dengan "Kedi" maupun tokok "Rara Kilisuci". Namun berasal dari kata "diri" yang berarti "adeg" (berdiri) yang mendapat awalan "Ka" yang dalam bahasa Jawa Kuno berarti "Menjadi Raja".Kediri juga dapat berarti mandiri atau berdiri tegak, berkepribadian atau berswasembada. Jadi pendapat yang mengkaitkan Kediri dengan perempuan, apalagi dengan Kedi kurang beralasan. Menurut Drs. Soepomo Poejo Soedarmo, dalam kamus Melayu, kata "Kediri" dan "Kendiri" sering menggantikan kata sendiri.Perubahan pengucapan "Kadiri" menjadi "Kediri" menurut Drs. Soepomo paling tidak ada dua gejala. Yang pertama, gejala usia tua dan gejala informalisasi. Hal ini berdasarkan pada kebiasaan dalam rumpun bahasa Austronesia sebelah barat, dimana perubahan seperti tadi sering terjadi.


BIOGRAFI IR. SOEKARNO



BIOGRAFI IR. SOEKARNO 


Ir Soekarno adalah Presiden pertama RI dan sekaligus Bapak Proklamator bersama Drs. Moh Hatta. Beliau adalah pahlawan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Melalui pemikiran beliaulah Indonesia memiliki Pancasila, memiliki Gelora Bung Karno, Memiliki Masjid Istiqlal yang merupakan Masjid terbesar di Asia Tenggara, sempat menjadi negara adidaya dan sangat disegani negara-negara di kawasan ASEAN dan negara di dunia bahkan ada rumor jika Indonesia tetap dipimpin oleh Soekarno maka Indonesia bakal menjadi negara adidaya menyaingi Amerika. Sebenarnya bagaimana sosok Soekarno atau yang akrab di panggil Bung Karno. Berikut ini adalh profil Ir Soekarno.
Soekarno Kecil

Bung Karno memiliki nama lahir Koesno Sosrodiharjo. Pada saat umur lima tahun, beliau sakit-sakitan. Menurut tradisi orang jaman dahulu jika seorang anak sakit-sakitan maka nama anak tersebut tidak cocok dan harus diganti. Sehingga nama Koesno Sosrodiharjo diganti menjadi Soekarno. Kata “Soekarno” adalah nama panglima perang “Karna” diambil dari cerita Bharata Yudha, sedangkan awalan “Su” dalam bahasa Jawa berarti baik. Jika ditulis dengan gelarnya maka menjadi Dr.(HC) Ir. Soekarno. Tapi kemudian sering disapa dengan Bung Karno.


Ir Soekarno atau Bung Karno dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya Jawa Timur. Ayah Soekarno bernama Raden Soekemi Sosrodiharjo asli orang Jawa, sedangkan ibunya adalah wanita bangsawan Bali yang bernama Ida Ayu Nyoman Rai. Saat kecil Soekarno dibesarkan oleh kakeknya di Tulungagung Jawa Timur yang bernama Raden Hardjokromo.

Setelah agak besar Soekarno pindah ke Mojokerto diasuh oleh orang tuanya sendiri. Soekarno bersekolah di Eerste Inlandse School namun kemudian pindah ke Europeesche Lagere School (ELS) agar dapat dengan mudah diterima di HBS Surabaya. Di Surabaya ini Soekarno bertempat tinggal di pemondokan milik teman ayahnya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto yang merupakan tokoh organisasi Sarekat Islam. Di pemondokan ini Soekarno juga bertemu dengan orang-orang hebat lainnya seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, serta Abdul Muis. Pantas saja dikemudian hari Soekarno menjadi orang penting dan orang besar di negeri ini, memang semenjak remaja ia sudah dikelilingi orang-orang hebat yang juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Benar adanya pepatah yang berbunyi “Berteman dengan penjual minyak wangi akan tertular bau wanginya sedangkan berteman dengan pandai besi akan terpercik apinya.”

Di pemondokan Sarekat Islam milik HOS Tjokroaminoto ini Soekarno ditempa pemikirannya sehingga lebih maju dan kritis terhadap situasi yang dihadapi bangsa Indonesia yang masih dicengkeram Belanda. Iapun ikut dan aktif dalam organisasi kepemudaan yang bernama Tri Koro Dharmo yang masih dalam satu kesatuan dengan organisasi Budi Utomo. Tri Koro Dharmo kemudian berganti nama menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Selain ikut organisasi, Soekarno juga menuangkan pemikirannya ke dalam tulisan. Ia aktif menjadi penulis disebuah harian “Oetoesan Hindia” yang masih merupakan media milik Tjokroaminoto.

Soekarno merupakan pemuda yang cerdas. Setamat HBS dengan nilai yang sangat istimewa, Soekarno diterima di Technische Hoogeschool te Bandoeng yang sekarang bernama ITB. Disana ia mengambil jurusann Teknik Sipil, ia juga satu angkatan dengan teman lamanya di HBS yang bernama Djoko Asmo.

Soekarno Remaja


Pada tahun 1926 Soekarno lulus kuliah dengan menyandang gelar insinyur. Selama berkuliah di Technische Hoogeschool te Bandoeng atau ITB, Soekarno menumpang di rumah Haji Sanusi. Haji Sanusi adalah teman HOS Tjokroaminoto sekaligus juga anggota Sarekat Islam. I kediaman Haji Sanusi inilah Soekarno berkenalan lagi dengan orang-orang penting lainnya seperti Ki Hajar Dewantoro, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Dowwes Dekker mereka bertiga terkenal dengan sebutan Tiga Serangkai dan merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Nama Soekarno begitu terkenal karena keaktifannya dalam Jong Java dan juga tulisan-tulisannya di media “Oetoesan Hindia” milik HOS Tjokroaminoto. Keaktifan Soekarno tidak hanya di satu organisasi, pada tahun 1926 Soekarno mendirikan Algemene Studie Club yang menjadi embrio dari PNI. Tahun 1927 Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia atau PNI dengan fahamnya Marhaenisme. Di PNI inilah gerakan Soekarno semakin berani dalam meneriakkan persatuan Indonesia guna menentang dominasi Belanda agar tercapainya kemerdekaan semakin berani. Belanda semakin waspada mengawasi gerak-gerik Soekarno. Akhirnya Belanda merasa bahwa Soekarno sangat membahayakan bagi Belanda dan Soekarno pun memenjarakannya dan membuangnya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada tanggal 29 Desember 1929.

Praktislah Soekarno putus dari dunia luar. Ia sudah tidak bisa lagi kontak dengan teman-teman seperjuangannya. Bahkan untuk bertahan hidup pun Soekarno mengandalkan makanan yang diantarkan oleh kakaknya yang bernama Sukarmi atau lebih dikenal dengan Ibu Wardoyo dan juga hantaran makanan dari isteri pertama beliau yang bernama Inggit.

Untuk mengirim makanan pun harus melalui penjagaan Belanda. Jika istrinya mengantar makanan, Belanda selalu memeriksa isi makanan tersebut barangkali ada surat yang bisa membuat Soekarno berinteraksi dengan dunia luar maka makanan tak boleh diberikan.

Namun Inggit tak kehilangan akal. Soekarno bisa mengetahui kabar teman seperjuangannya dari telur yang biasa dibawa oleh Inggit. Jika yang dibawa adalah telur asin maka ada masalah dengan teman-temannya. Apabila telur tersebut di tusuk jarum 1 kali berarti keadaan terkendali sedangkan jika telur ditusuk 2 kali berarti ada satu temannya yang ditangkap Belanda dan apabila telur ditusuk 3 kali berarti ada penangkapan besar-besaran oleh Belanda terhadap aktivis pejuang kemerdekaan Indonesia. Itupun hanya sekedar informasi sebatas itu selebihnya jika Soekarno ingin tahu lebih detail maka Inggit tidak berani mengatakannya di penjara karena gerakannya pun sellau diawasi oleh Belanda.

Begitulah hidup Soekarno di pengasingan. Menurut Ibu Wardoyo (kakak Soekarno), adiknya selama dipenjara di Sukamiskin sangatlah kurus kering. Kulitnya hitam dan tak terurus.  begitulah penuturannya seperti yang ditulis di buku “Bung Karno Masa Muda” terbitan tahun 1978 oleh Pustaka Antarkota. Sedangkan orang tua Soekarno yaitu Raden Soekemi Sosrodiharjo dan Ida Ayu Nyoman Rai tak pernah menjenguknya karena tak tega melihat anak nya yang sangat ia banggakan bernasib seperti itu. Bagi Belanda, Soekarno adalah orang yang sangat berbahaya. Soekarno ditempatkan di penjara bersama dengan orang Belanda dengan kasus korupsi, penggelapan dan penyelewengan, hal ini agar Soekarno tak bisa mendapat informasi tentang pergerakan yang diusahakannya karena tak mungkin terpidana korupsi yang dibicarakan masalah perjuangan kemerdekaan, apalagi yang jadi terpidana adalah orang Belanda. Praktislah Soekarno tak bisa mencuri dengar untuk mendapat informasi tentang pergerakan kemerdekaan.

Dalam pengasingan Soekarno memang sengaja membuat tubuhnya hitam karena hal ini untuk memanaskan tubuhnya karena jika sudah masuk ke sel maka kondisi selnya sangat gelap dan lembab. Ia khawatir tubuhnya tak cukup mendapat sinar matahari.

Delapan bulan Soekarno di penjara tanpa pernah disidang dan akhirnya ia disidang. Dalam persidangannya Soekarno menunjukkan bagaimana Belanda yang mengaku lebih maju dan beradap itu menjajah begitu kejam rakyat Indonesia, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda yang sesungguhnya. Hal ini tertuang dalam pembelaannya yang berjudul “Indonesia Menggugat”.

Pembelaan Soekarno itu membuat Belanda bertambah geram dan marah. Sebagai hukumannya akhirnya pada bulan Juli 1930 Belanda membubarkan PNI. Pada tahun 1931 Soekarno dibebaskan. Karena PNI telah dibubarkan maka Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus menjabat sebagai ketuanya. Ia kemudian aktif kembali menggelorakan semangat untuk mencapai kemerdekaan melalui Partindo. Akibatnya pada tahun 1933 ia pun ditangkap kembali dan dibuang ke Ende, Flores dan empat tahun kemudian ia dipindahkan ke Bengkulu.

Indonesia Merdeka

Perjuangan Soekarno dan rekan-rekannya yang begitu berliku sangat lah melelahkan namun kemerdekaan adalah harga mati yang harus segera diwujudkan oleh bangsa Indonesia. Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan hari Jum’at bulan Ramadhan, bersama dengan Drs. Moh Hatta, Ir Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sebelum itu pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Soekarno berhasil merumuskan dasar negara Indonesia yaitu Pancasila. Setelah itu pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang PPKI, Soekarno dan Moh Hatta secara aklamasi diangkat sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI yang ke 1.